ADVERTISEMENT

Bincang Santai dengan Eugene Kwan

Pria yang bekerja sebagai packaging and retail designer untuk personal care industri ini cenderung pendiam. Itu kalau belum mengenalnya. Tetapi jika sudah mengenalnya dan bicara soal seni, lulusan  Nanyang Academy of Fine Art majoring in Fine Art ini bisa menjadi teman yang asyik. Berdua bersama partnernya Qahar Key Kurniantoro yang seorang Brand Manager lulusan Universitas Brawijaya Public Relation Communication, mereka mendirikan “EK concept studio”.

Just Me Asia mengajaknya berbincang di satu siang sambal menyeruput kopi di galerinya di Kerobokan.

Bisa ceritakan awal mula EK concept studio?

Awalnya dari sebuah ide bisnis yang lebih sustainable dengan menerapkan prinsip slow living lifestyle. Semua yang dilakukan bukan hanya mementingkan profit semata, tapi bagaimana EK concept bisa memberikan influence yang baik bagi teman-teman di industri keratif, baik itu, khususnya di bidang design & art.

Proyek apa saja EK sedang dikerjakan?

Saat ini EK concept studio masih terus melakukan kolaborasi dengan teman-teman keratif di Bali. Setelah melakukan sebuah workshop candle making yang kini produknya sudah bisa didapat di www.ekconceptstudio.com , saat ini kami sedang mempersiapkan sebuah art exhibition yang bekerja sama dengan ARTE Canggu. Mudah-mudahan jika tak ada halangan di pertengahan oktober, exhibition ini sudah bisa dibuka untuk publik.

Saya melihat fashion show Anda di INSA Yacht Festival yang diadakan oleh INSA dan Kadin di Marina Benoa.  Apa konsepnya?

EK concept studio menampilkan serangkaian koleksi basic fashion dengan memberikan sentuhan detail yang tidak biasa, namun tetap timeless, sejalan dengan cita-cita kami untuk terus mengkhususkan lini fashion kami di dalam jalur sustainable / slow fashion.

Bisa cerita kesulitan atau keunikan mendesain busana?

Semua kesulitan yang kami hadapi, selalu menjadi sebuah rangkaian proses yang menarik bagi kami, mulai dari hal yang yang sifatnya teknis seperti pengaruh karkateristik material/bahan terhadap design yang direncanakan, hingga ke hal-hal yang bersifat interpersonal seperti komunikasi dengan pihak lain seperti pengerajin-pengerajin yang memproduksi produk kami. Bagi kami berdua semua ini menjadi learning proses yang mungkin tidak pernah ada akhirnya.

Di galerinya terpajang lukisan-lukisan wajah yang unik. Mirip “The Scream”-nya Edvard Munch dengan warna-warna turqoise dan soft pink. Apa yang membuat kamu menjadi pelukis?

Dari 3 bersaudara yang semuanya laki-laki, sayalah satu-satunya anak yang paling dekat dengan Papa saya yang berprofesi sebagai seorang interior designer. Setiap hari saya selalu berada di sekitar workshop memperhatikan pekerjaan yang mereka lakukan, membolak-balik buku referensi art dan interior yang dikoleksi Papa saya.

Di situlah tanpa disadari menjadi awal mula ketertarikan saya di bidang design dan visual art, hingga akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam pendidikan formal fine art yang dilanjutkan dengan visual communication. Saya yakin apa yang saya lakukan sekarang bisa dibilang memiliki pengaruh paling besar dari Papa saya.

Apakah Anda menggabungkan fashion dan lukisan?

Fashion dan seni adalah yang selalu kami cita-citakan dari setiap kali masuk ke dalam sesi brainstorming. Untuk melakukannya kami tidak ingin menjadikan sesuatu yang terburu-buru, tapi kami lebih mengutamakan timing yang tepat, sehingga prosesnya juga bisa menjadi sebuah pengalaman yang menarik bagi kami dan hasilnya paling mendekati dengan apa yang kami inginkan.

Bagaimana Anda merepresentasikan diri Anda?

Make it slow in a gentle living, reclaiming time and be kind to everybody.

Apa rencana ke depan?

Kami ingin EK Concept Studio bisa menjadi sebuah platform tempat berkumpulnya pelaku industri kreative, khususnya di bidang design dan visual art, dalam sebuah semangat yang saling support dan membangun. That’s what we said as “for people like us