ADVERTISEMENT

Dwi Sutarjantono, Jeje, dan ICAD 12  

Pameran ICAD 12 dilangsungkan di Hotel Grand Kemang Jakarta mulai 19 Oktober 2022 hingga 27 November 2022 dan dibuka oleh Menteri Pariwisata Sandiaga Uno. Gelaran ini bertujuan memahami proses perkembangan masyarakat sambil menelusuri relasi antara masa lalu dan masa depan. Tema yang dimunculkan dalam pameran kali ini adalah Fragmenting Yesterday, Reshaping Tomorrow.  Topik ini memang tidak dapat dipisahkan dari pandemi sebagai memori kolektif yang telah memengaruhi kita semua. Tahun ini, ICAD terpilih sebagai 5 besar agenda resmi Kharisma Event Nusantara (KEN) 2022 dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.

Menurut catatan Team Kuratorial ICAD 12 terdiri atas para kurator muda dengan  Lead Curator Amanda Ariawan dan Guest Curator Prananda L. Malasan.  “Di antara realita isu-isu sosial yang ditawarkan melalui karya-karya yang ditampilkan, dapat ditemukan pandangan kritis dan imajinasi para peserta. Berbagai gagasan dari para peserta dapat kita pahami dalam pameran ini, mulai dari aspek humor hingga politis, analitis hingga spekulatif; ide-ide mereka berkontribusi terhadap spektrum pengetahuan dan diskusi tentang topik-topik hangat seputar lingkungan, sejarah, teknologi, dan peradaban.”

59 pelaku kreatif multidisipliner yang hadir di ajang ICAD (Indonesian Contemporery Art and Design) 12 2022. Ajang ini menggabungkan perupa kontemporer senior, kreator muda, kolektif atau komunitas yang bergerak di berbagai bidang; seni, desain, musik, budaya, dan material baru. Para seniman ini.  Beberapa nama besar yang karyanya hadir  antara lain Nyoman Nuarta, Eddie Hara, Nasirun, Heri Dono dan lain-lain.

Salah satu pelukis adalah Dwi Sutarjantono yang mengangkat isu perempuan dengan menghadirkan Citayam Fashion Week lewat lukisan berjudul Citayam Fashion Weak?: Slebeew! dan Aku kena Efek Pandemi.

Dwi dalam karyanya menghadirkan Jeje yang memiliki nama asli Jasmine Leticia. Sosok Jeje ditampilkan menonjol dalam kanvas berukuran dua meter. Posenya khas dengan rambut bergaya pendek, mengenakan tank top dengan model crop top dengan kabel headphone.

Teknik lukisan yang kasar dan ekspresif yang digunakan sang pelukis Dwi Sutarjantono dalam melukis membuat jiwa pemberontakan fashion street yang ramai akhir-akhir ini kian mencuat. Lukisan yang dibuat dengan menggunakan akrilik dan material lain ini cukup menarik perhatian.

“Saya ingin memunculkan sosok perempuan tangguh di balik Citayam Fashion Week karena dialah yang pertama membuat fenomena Citayam Fashion Week hadir. DIa seperti industry fashion, tak pernah kekal. Satu saat bisa muncul dan popular, satu saat bisa menjauh dan tinggal bayangan. Emosi yang ada di sana bisa saja sekadar sampah atau justru meluap dan membara yang menjadi energi,” kata Dwi Sutarjantono sang pelukis yang juga seorang hypnotherapist.

Lukisan lain yang dipamerkan Dwi yang tadinya dikenal sebagai pengamat seni rupa adalah sosok yang mirip Kartini dengan wajah yang tampak gemuk dengan judul Aku Kena Efek Pandemi. “Kartini” ini  mengenakan masker bermotif Wifii dan TikTok seakan menyimbolkan sang Kartini, tersekap oleh dunia digital dan larut dalam trend Tiktok.

Tergabung dalam kelompok media yang perupa bersama Miranti dan Syahmedi Dean, Dwi adalah pelukis yang cukup laris dengan gaya ekpresionismenya, Dwi sutarjantono yang sebelum pandemic sempat mengadakan pameran tunggal berjudul Colous of Life mengatakan, “Ajang ini sangat unik karena mampu menyatukan berbagai seniman kreatif yang memang sudah saatnya tak mengenal batas lagi”.