ADVERTISEMENT

Eksotika Ekuator dalam Fashion

Geliat industry fashion di 2022 makin optimis dengan digelarnya berbagai event fashion, dan salah satunya adalah Indonesia Fashion Week yang menjadi salah satu ajang bergengsi fashion tanah air.

Pergerakan ini juga diikuti oleh SFA – Sparks Fashion Academy dengan  menggelar pagelaran busana mengangkat tema ‘Rhythm of The Equator” . Eksotika kepulauan ekuator yang dilintasi garis khatulistiwa baik hutan, laut dan kekayaan alamnya menjadi inspirasi tanpa batas, yang diwujudkan dalam koleksi busana dengan alunan romantik-ekletik dengan memainkan detail yang sedang tren seperti knots, fringes dan layering motif.

“SFA sangat antusias menyambut digelarnya IFW kali ini. Dan sesuai dengan tema tahunan 2022 SFA yakni Altruism, kami mendorong para insan kreatif fashion untuk semakin peduli kepada sekitarnya, baik kepada alam khususnya melakukan sustainable fashion, dan semakin berempati kepada orang lain yang saat ini banyak terkena dampak pandemik” kata Floery D. Mustika, Founder dan CEO SFA di pembukaan acara.

“Fashion show Rhythm of Equator di IFW adalah wujud aplikasi dari tema tahunan kami, termasuk juga pencanangan program mendukung 500 UMKM  menjadi unggul di 2022. Kami juga sangat  bangga bahwa dua siswa kami yang show pada hari ini yakni Liana Dewi dan Dwi Wahyuni adalah binaan SFA sejak mereka menjadi IKM Kota Depok, menjadi pemenang Bea Siswa lomba design SFA bekerjasama dengan Pemda Kota Depok, hingga mereka bisa mengembangkan brandnya dan tampil di ajang bergengsi IFW hari ini” demikian penjelasan Floery D. Mustika.

Rhythm of The Equator digelar oleh 3 designer muda berbakat lulusan SFA yakni Dwi Wahyuni, Eka Adrianie dan Liana Dewi. Dwi Wahyuni dengan labelnya Fiorellya by Dwee sangat terkesan dengan kepulauan Kalimantan khususnya suku Dayak yang hampir punah yakni Punan. Gaya hidup suku Dayak Punan yang sangat beradaptasi di lebatnya hutan, di wujudkan oleh Dwi dengan menggunakan kain tenun Kalimantan dengan potongan busana yang fleksibel dan mudah dipadu padankan, serta daya tarik detail berupa simpul dan untaian kain sebagai symbol juntain akar akar pepohonan.  Dwi banyak menggunakan warna-warna bold sebagai ciri warna cerah Kalimantan.

Berbeda dengan Dwi, Eka Adrieanie, lulusan dari Fashion Business Program SFA yang mengembangkan label Dots Indonesia ini, mengambil inspirasi kapal Phinisi yang elok terayun-ayun oleh melodi ombak lautan ekuator. Kapal Phinisi yang tangguh di wujudkan Eka dengan tampilan busana maskulin look yakni long outer navy blue dengan kesan pirate bajak Laut, namun tetap berkesan romantik karena Ia tambahkan inner lace didalamnya. Koleki Eka berikutnya menggabungkan mix kultur modern dengan baju Bodo, yang menghasilkan busana semi ball gown long skirt yang dipadu padankan dengan Kebaya Bodo dan Obi, menjadi karya yang sangat unik.

Lebatnya hutan Kalimantan, kali ini menjadi inspirasi Liana Dewi, Lulusan GPF program, peraih Bea Siswa dalam lomba design kerjasama SFA dengan Dinas Kota Depok. Koleksi Liana dalam tema “Love for Trees” didominasi warna coklat kayu sebagai ajakan untuk mencintai hutan. Liana yang mengembangkan brand LAND by Liana ini juga sangat jeli mengolah koleksinya dengan Teknik patchwork dengan memanfaatkan sisa kain perca dan sisa bordir menjadi detail cantik koleksinya.