ADVERTISEMENT

Kristianto Usman From Road To Rail

Just Me Asia berbincang dengan salah satu pakar dan praktisi di bidang teknik dan manajemen perkeretaapian Indonesia.
Just Me Asia berbincang dengan salah satu pakar dan praktisi di bidang teknik dan manajemen perkeretaapian Indonesia.

Just Me Asia berbincang dengan salah satu pakar dan praktisi di bidang teknik dan manajemen perkeretaapian (railway engineering and management) serta manajemen dan rekayasa konstruksi (construction engineering and management). Seperti apa Indonesia dan dunia perkeretaapian?

 Sedang sibuk Apa?

Ongoing research bersama rekan pakar penilai properti, Chandra Rambey, M.Sc (CEO Provalindo) dan timnya, terkait topik Urban Rail Development in Jakarta and Its Impacts on the Economic and Property Industry. Penelitian ini untuk menginvestigasi dampak-dampak potensial pembangunan urban rail di Jakarta terhadap sektor ekonomi dan industri properti. Kami berharap, penelitian ini dapat memberikan insight pada topik di atas dan dapat digunakan sebagai acuan (guidance) para rail operator, regulator, dan developer dalam pengembangan kawasan berorientasi transit berbasis rel yang diintegrasikan dengan konsep peningkatan nilai lahan (rail-based TOD (Transt Oriented Development) incorporating LVC (Land Value Capture))

Anda menangani Railway Infrastructure Risk and Asset Management’. Bisa Anda terangkan project tersebut?

Project ini bertujuan untuk mengembangkan kerangka  pengambilan keputusan (decision-making framework) di bidang manajemen aset perkeretaapian (KA) dengan memperhitungkan tingkat risiko infrastrukturnya. Kerangka ini saya kembangkan lebih lanjut menjadi Risk-Informed Asset Management for Railway, tema ini akan saya paparkan pada 2021 International Railway Engineering Conference: Railway Engineering in the New Normal: Strategizing Post Pandemic Rail Transportation, pada tanggal 16 November 2021, di Manila, Phillipines,

 Para pakar railway engineering dari berbagai negara (Indonesia, Phillipines, Singapore, Malaysia, Japan, China, South Korea, and Europe) saling berdiskusi dan merumuskan strategi bersama dalam pengembangan KA di Asia.

 Kerangka ini menawarkan alat asesmen berbasis informasi risiko (risk-informed) yang andal dan transparan untuk memanage alokasi sumber daya yang terbatas (paucity resources) dalam rangka investasi dan perawatan prasarana dan sarana KA pada rail networks yang besar, kompleks, dan saling terkoneksi.

Bagaimana Anda melihat proyek railway atau monorail di Indonesia.

Proyek railway di Indonesia berkembang sangat pesat dalam beberapa dekade terakhir, meliputi conventional rail (intercity passengers (KA antar kota), freight (KA barang), dan commuter (KA komuter) trains), urban rail (MRT (Mass Rapid Transit), LRT (Light Rail Transit), dan Monorail), dan high speed rail (KA cepat). Perkembangan ini sangat baik, dan seiring dengan upaya pemerintah meningkatkan rasio angkutan masal berbasis rel, serta menjadi agenda internasional untuk pengurangan emisi karbon yang dihasilkan oleh sistem transportasi yang berkesinambungan (decarbonize and carbon foot print associated with sustainable transport system).

 Tetapi saat ini Indonesia menghadapi berbagai masalah serius dalam implementasi berbagai railway system tersebut, misal: mogoknya sarana LRT Palembang pada awal pengoperasian dan tingkat ridership yang rendah dan berdampak pada subsidi yang besar dalam pengoperasiannya, pembengkakan biaya KA cepat Jakarta-Bandung (cost overrun), beberapa gangguan operasi MRT Jakarta diakibatkan oleh masalah pasokan listrik yang mendadak berhenti dan kabel bawah tanah yang terkelupas, tabrakan pada proses uji coba unit kereta LRT Jabodetabek, dll. Oleh karena itu, perlu upaya terpadu untuk memperkuat pengetahuan (knowledge), keahlian (skills) dan pengalaman (experiences) pada bidang ini, sehingga penyelesaian masalah dapat dilakukan secara holistik.

Apa kelebihan dan kekurangan Indonesia terkait  kereta api?

Kita memiliki pulau-pulau besar (pulau Jawa berpopulasi terbesar diikuti Sumatera dan pulau-pulau lainnya), yang dapat dihubungkan dengan angkutan penumpang dan barang berbasis rel secara masif dan meningkatkan konektivitasnya.

Kondisi ini akan berdampak pada berkurangnya kemacetan, terutama di daerah perkotaan, karena pengguna mobil pribadi beralih ke angkutan massal (from road to rail). Terkait angkutan barang, penggunaan freight train yang relatif lebih murah, aman, dan tepat waktu, akan menurunkan biaya logistik di Indonesia. Kekurangannya, sumber daya manusia (SDM) kita di bidang ini sangat terbatas dan minim yang bersertifikasi atau berlisensi internasional, begitu pula pendanaan riset dan kemampuan industri nasional di bidang perkeretaapian, konsekuensinya ketergantungan kita pada SDM dan teknologi luar masih tinggi.

Mudah-mudahanan gap ini bisa kita atasi melalui road map yang jelas, detail, dan didukung penuh oleh pemerintah, industri, dan akademisi.

Ada Masukan untuk pemerintah?

Masukan, cukup banyak nich:

Peningkatan SDM: Untuk peningkatan kualitas SDM di bidang perkeretaapian, pemerintah perlu melakukan upaya sistematis bersama-sama dengan universitas, institusi pendidikan, dan industri di bidang ini untuk mengadakan pendidikan dan pelatihan berstandar internasionai, untuk menghasilkan tenaga profesional yang kompeten di berbagai strata (S1, S2, dan S3), meliputi bidang-bidang keahlian, seperti: teknik prasarana KA (railway track engineering), teknik sarana KA (rolling stock engineering) , dan teknik dan manajemen KA (railway engineering and management).

Akselerasi dapat dilakukan dengan mengintesifkan program kolaborasi antara industri dan akademisi di Indonesia melalui mekanisme DUDI (Dunia Usaha Dunia Industri) yang dicanangkan oleh Mendikbud. Sebagai contoh: saat ini pembangunan kereta cepat (HS2) di Inggris (UK) dengan jalur London-Birmingham-Manchaster sedang memasuki tahap konstruksi. Untuk penyediaan SDM mega proyek ini, dibentuk NCATI (National College for Advanced Transport Infrastructure) pada tahun 2017, NCATI dibina oleh BCRRE (Birmingham Center for Railway Research and Education), University of Birmingham (UoB), UK.

Melalui mekanisme ini, SDM yang dihasilkan, ternyata dapat menyuplai kebutuhan proyek HS2, dan berbagai proyek lain di UK dan berbagai negara (overseas). Kita dapat mencontoh pola kolaborasi  ini di Indonesia, bahkan bekerjasama dengan mereka, kebetulan saya memiliki network dengan mereka sejak menempuh pendidikan PhD  di UK.

Pendanaan riset perkeretaapian berbasis industri: Riset di bidang KA di Indonesia masih sangat minim, perlu ada alokasi dana, fasilitas, dan SDM yang memadai dari pemerintah dan industri, agar riset pada bidang ini dapat digunakan untuk mendukung kemandirian teknologi di bidang KA, dan dapat diaplikasikan di berbagai proyek angkutan masal berbasis rel di Indonesia.

Pengembangan industri perkeretaapian bekerjasama dengan berbagai negara dan melibatkan UMKM Nasional: Saat ini industri KA dikenal sebagai industri yang padat modal dan berteknologi tinggi (high-tech), tapi ternyata di berbagai negara maju misal Inggris (UK) dan Jerman (Germany), industri ini juga melibatkan SME (Small Medium Enterprise)/ UMKM (Usaha Kecil Menengah), contohnya inisiasi Rail Alliance SME yang digagas oleh BCRRE-UoB di UK.

Evaluasi proyek-proyek urban rail yang masih disubsidi oleh pemerintah: Di berbagai negara, sektor perkeretaapian memang mendapat subsidi tertentu, tapi bukan berarti cash flownya  hanya tergantung pada subsidi. Oleh karena itu, untuk proyek-proyek KA yang arus pendapatannya (revenue streams) masih sangat tergantung oleh subsidi, perlu dikaji ulang rutenya dan business modelnya, serta bila diperlukan diperpanjang (extension) ke jalur-jalur yang berpotensi meningkatkan jumlah perjalanan penumpang (ridership).

Pembentukan badan independen yang dapat menjadi “wasit” bagi industri perkertaapian:  Saat ini, di Indonesia belum ada badan independen yang dapat berfungsi sebagai “wasit” untuk berbagai masalah layanan dari operator KA, misalnya ada keterlambatan atau penundaaan perjalanan yang disebabkan oleh anjloknya prasarana atau tidak berfungsinya sarana KA, hal ini akan merugikan penumpang, dan perlu ada mekanisme kompensasi. Mekanisme ini akan mendorong perusahaan operator dan penyedia prasarana untuk menerapkan perawatan rutin dan pencegahan (preventive/ predictive maintenance) secara transparan dan cost-effective. Di UK, ada ORR (Office of Rail and Road) yang memiliki fungsi ini, denda keterlambatan dihitung permenit, dan diterapkan secara konsisten.

Penerapan Smart Conditon Monitoring System for Railway berbasis IoT dan sensor: Saat ini saya dan rekan-rekan sedangkan mengembangkan sistem deteksi cerdas untuk asesmen kondisi sarana dan prasarana KA secara real time sehingga dapat digunakan untuk membantu para pengambil keputusan dalam penentuan langkah-langkah perbaikan (interventions) dan perawatan (maintenance) yang tepat. Sistem ini dikenal dengan nama Smart Conditon Monitoring Systemberbasis IoT (Internet of Things) dan sensor atau disebut juga sebagai Structural Health Monitoring System (SHMS). Penerapan sistem ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam manajemen aset KA yang andal (reliable), preventif dan prediktif, dengan tingkat keamanan yang memadai (proper safety level).

Ada masukan untuk masyarakat pada umumnya?

Untuk masyarakat, bila dimungkinkan, hendaknya dapat meningkatkan penggunaaan angkutan masal berbasis rel, dan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dalam rangkaian perjalanan hariannya. Jadi perlu ada kampanye migrasi dari penggunaan jalan ke rel atau “from road to rail”, konsekuensinya operator perkeretaapian menyediakan park and ride atau kantong parkir di titik-titik tertentu di perbatasan Jakarta dan Botabek (Bogor, Tangerang, Bekasi), serta di dalam kota Jakarta.

Bagaimana Anda melihat Indonesia ke depan di bidang kereta api?

Bila kita dapat membenahi sektor perkeretaapian ini dengan secara konsisten dan terarah for better Indonesian railway, daya saing Indonesia secara global akan meningkat, karena dengan tingkat konektivitas yang tinggi akan menempatkan kota2 di Indonesia sejajar dengan berbagai kota besar di dunia. Saya optimis bidang ini akan berkembang, bila semua pihak saling mendukung terciptanya ekosistem KA yang andal (reliable), adaptif, kolaboratif (bersinergi dan dapat berkolaborasi secara global), dan bekelanjutan (sustainable), sehingga kita dapat meningkatkan peran SDM dan teknologi kita untuk pengembangan sistem KA di Indonesia dan juga penetrasi ke pasar Internasional.