“Kisah Senyap” merangkum sedikit dari sekian banyaknya kisah-kisah komunitas yang sedang memperjuangkan hak dasar mereka, baik secara kolektif maupun individu. Ketika kita seringkali mendengar slogan “dunia yang lebih baik” digaungkan, pada perjalanannya ada banyak manusia yang dipaksa menanggung harga tak ternilai untuk kita menuju kehidupan dan dunia yang lebih baik itu.
Peristiwa-peristiwa nestapa mereka hanya menjadi perbincangan sesaat, kemudian terlupakan. Senyap. Dari Papua, fotografer Albertus Vembrianto menuturkan perubahan sungai sebagai dampak dari pembuangan tailing perusahaan tambang di Kabupaten Mimika, Papua.
Perusahaan yang beroperasi sejak 1967 tersebut telah memodifikasi sungai Otomona untuk mengalirkan limbah ke laut dengan membangun tanggul di tiap sisi sungai yang berakibat menutup aliranaliran sungai Otomona ke sungai-sungai lain. Tanggul tersebut juga mengubah lanskap dan kehidupan suku Kamoro, komunitas asli pemilik hak ulayat yang bermukim di kawasan itu. Sungai yang menjadi sumber pangan, lanskap budaya dan kehidupan, mati karena ditutup tanggul. Limbah tailing yang mengandung zat berbahaya mengakibatkan ekosistem di kawasan tersebut berubah, pohon-pohon perlahan mengering dan mati. Beragam fauna berkurang drastis.
Melalui proyek foto yang diberi judul “Sungai yang Hilang” ini, Vembri ingin mengingatkan kepada kita semua, “Manusia hidup bersama, menumpang pada kerelaan alam, serta mengingatkan tentang tanggung jawab kolektif terhadap apa yang telah dirusak.” ujar Vembri.
Kisah kehilangan juga dihadirkan fotografer asal Bandung yang juga penerima Permata Photojournalist Grant 2017, Arif Hidayah. Melalui narasi visual yang ia beri judul “Kenangan Akan Rumah”, Arif merangkai perjuangan dan solidaritas warga Tamansari, Bandung yang harus menyaksikan rumah mereka digerus bulldozer.
“Ketika saya melihat warga yang tiada henti berusaha meyakinkan bahwa mereka berhak atas ruang hidupnya, kemudian penggusuran itu menciptakan gelombang solidaritas warga lain untuk membantu adalah pengalaman berkesan buat saya.” Arif bertutur.
Sementara Malahayati, fotografer yang juga menjadi Chapter Leader Women Photograph Indonesia menghadirkan “Dengan Syarat” untuk mengangkat isu poligami yang berangkat dari pengalaman orang-orang terdekat dan sekitarnya. Rangkaian fotonya memperlihatkan berbagai sudut cerita dengan narasumber-narasumber yang mempunyai pengalaman dan latar yang berbeda-beda.
Meskipun foto-foto tersebut belum bisa menjawab pertanyaanpertanyaannya tentang praktik poligami, Mala sangat berharap orang yang melihat karyanya dapat mulai merenungkan dan memikirkan lebih dalam tentang praktik poligami. “Pikir lebih dalam sebelum beropini, apalagi melakukannya.” Kata Mala dengan tegas.
Pameran Kisah Senyap yang menghadirkan karya-karya fotografer terpilih dalam program Photo-Demos Challenge: Albertus Vembrianto, Malahayati, dan Arif Hidayah tersebut dipamerkan di Historia Kota Tua Jakarta selama dua minggu (13-28 November 2021), menjadi bagian rangkaian acara Jakarta International Photo Festival (JIPFest) 2021.
Narasi visual dihasilkan melalui proses diskusi bersama para mentor PannaFoto Institute dipimpin oleh Edy Purnomo, dikurasi oleh Yoppy Pieter dan Rosa Panggabean. Pameran juga menyajikan karya multimedia berbasis fotografi dari sejumlah fotografer yang merekam aksi massa dan ikut memaknai peristiwa sehari-hari terkait hak dasar warga.
Pameran ini mengajak masyarakat untuk menyimak kisah-kisah yang sudah sering diungkap tanpa didengar. Cerita-cerita yang berulang namun tidak pernah dimengerti. Selain pembukaan, pameran juga menghadirkan diskusi terbuka dengan para fotografer pada 14 November 2021 di JIPFest, MULA Kota Tua dan tur pameran secara terpadu yang diselenggarakan secara luring dengan mengikuti aturan dan protokol kesehatan yang berlaku selama pandemi Covid-19.
Sebagai lembaga non-profit yang berfokus pada pendidikan fotografi dan visual storytelling berbasis kemampuan berpikir kritis, PannaFoto Institute bersama Kurawal Foundation, lembaga yang mempromosikan nilai, institusi dan praktik demokrasi melalui jurnalisme, seni dan budaya serta social movement, menginisiasi program Photo-Demos sebagai upaya menjangkau dan meningkatkan keterlibatan audiens dalam memandang narasi visual sebagai media yang efektif untuk menyampaikan pesan, menggugah emosi, dan mendorong kesadaran publik dibalik peristiwa-peristiwa yang tercipta akibat suatu kebijakan yang tidak berpihak pada keadilan sosial dan hak asasi manusia.
“Ketika melihat sekitar kita, mungkin banyak cerita soal ketidakadilan yang terlewatkan. Tidak ada cerita yang terlalu kecil untuk dibagikan. Photo-Demos berupaya mewadahi kisahkisah yang diciptakan para visual storyteller dalam menyuarakan isu-isu hak dasar yang menjadi kepedulian mereka.” kata Ng Swan Ti, Direktur Pelaksana PannaFoto Institute.
Sementara Kurawal Foundation memandang fotografi dan visual storytelling memiliki peranan penting sebagai penjaga kehidupan berdemokrasi. “Tidak semua kisah punya kemewahan untuk bisa didengar khalayak. Mereka yang kalah, lemah dan terpinggirkan acap kali hilang dalam lipatan sejarah. Fotografer bisa berperan sebagai saksi sekaligus penutur bagj kisah-kisah senyap tersebut; sehingga demokrasi benarbenar punya makna bagj warganya”. kata Darmawan Triwibowo, Direktur Eksekutif Kurawal Foundation.
Pameran “Kisah Senyap” dapat hingga 28 November 2021, jam 09:00 hingga 20:00 WIB. Terbuka untuk umum dan gratis, register pada ticket/jipfest.com