Just Me Asia berbincang dengan sutradara A Man Called Ahok Catatan Harian Si Boy yang mendapat penghargaan film terbaik pada ajang Balinale Film Festival serta meraih satu Piala Citra pada Festival Fik=lm Indonesia
Apa kabar sekarang?
Alhamdulillah sehat! Anak-anak sehat, keluarga sehat, orang tua sehat.
Kesibukan?.
Saya masih menjadi Sutradara, masih aktif menjadi CEO di Tuta kreatif Indonesia atau The United Team of Art (TUTA). Saat ini saya based di Bali karena memang pekerjaan saya sudah bisa dilakukan remotely. Saya mengambil jeda waktu di masa pandemi ini untuk research sebuah film yang memang sudah ada di benak saya sejak tahun 2014. Film ini mengenai dua wanita yang selamat dari bom bali.
Saya juga sedang mengembangkan sebuah aplikasi berbasis donasi yang menyediakan support relawan untuk memberikan bantuan medis dan non medis darurat secara gratis. Selain itu saya juga kerap melanjutkan beberapa project film yang tertunda karena pandemi.
Proyek film apa yang sedang dikerjakan?
Saat ini bersama Produser Jonathan Hyo-Sung Kim dan Mandy Marahimin, saya sedang mengembangkan sebuah film yang di angkat dari film pendek berjudul “I’d like to take a trip with your wife, 2013” Karya Kim Hyun-kyu yang saya re-write bersama Titien Wattimena.
Film terakhir apa yang beredar?
Everyday is a Lullaby adalah film saya yang di rilis perdana secara world premiere di oktober 2020 di Busan International Film Festival. Saat ini film tersebut belum ada rencana untuk tayang di bioskop dalam negeri dan saat ini masih dalam masa pemutaran di festival-festival.
Bisa cerita behind the scene tentang film tersebut?
Everyday is a Lullaby adalah challenge untuk semua yang terlibat di dalam project ini. Selain skenario ini bisa saya katakan “berani” dan “sensitif” serta sarat dengan issue mental health, project ini menuntut kami bekerja 2 kali lebih keras di semua departement. Film ini membutuhkan waktu 5 tahun untuk selesai dan tayang secara internasional.
Proses yang panjang ada di editin karena editor kami berada di Philipina dan pengerjaan editing di masa pandemi tidak memungkinkan untuk kami bisa datang kesana.
Apa yang membuat Anda sutradara?
Yang pertama karena saya mempelajari teori juga mempraktekkan ilmunya di dunia nyata. Banyak sekali yang ingin saya ceritakan dari sudut pandang saya dalam menggambarkan nilai sebuah kehidupan. Saya memliki kegelisahan yang dibutuhkan dalam membentuk sebuah cerita, saya juga mengerti bagaimana menyampaikan sebuah emosi melalui gambar, dan bagaimana berkomunikasi dengan team dan aktor untuk mengeluarkan yang Terbaik dari mereka untuk kepentingan film.
Saya menyadari bahwa manusia selalu mengingat sebuah cerita dan image dalam hidupnya. Jika itu hal yang menarik bagi mereka, hal itu akan mereka kenang dan bahkan bisa mengubah hidup seseorang bahkan satu generasi dalam kehidupan.
Dengan menyampaikan sebuah cerita melalui visual saya yakin dapat membuat impact besar, orang yang wonton film saya bisa merasakan bahagia, tertawa, menangis, sedih dan bahkan tersudut sehingga kita ingin menggugat ulang nilai-nilai yang mereka yakini.
Bagaimana melihat dunia film dan penyutradraan sekarang khususnya di Indonesia.
Film berkembang pesat. Dengan adanya OTT seperti Netflix, Disney dll, demand konten film cerita terus bertambah. Mungkin berbeda dengan cinema, tapi itu jadi media yang luar biasa untuk para sutradara berlatih dan terus berkarya. Dengan ini sutradara-sutradara baru akan terus bermunculan dan berkembang.
Saat ini industri perfilman mengalami kemunduran signifikan akibat pandemi, hal ini terjadi saat kita sedang dalam masa emas. Di 2018 untuk pertama kalinya sampai 50 juta penonton dan sekarang harus berjuang lagi seperti awal tabun 2000-an saat film kembali bangkit. Tapi di masa ini juga kami para filmmaker disatukan oleh kondisi dan diberikan tanggong jawab moral untuk kembali membangun industri film dengan saling bergandeng tangan, terus menghasilkan karya-karya yang bisa menarik penonton untuk kembali ke bioskop. Saya yakin kita sedang berjalan menuju sesuatu yang jauh lebih baik dari sebelumnya untuk film indonesia.
Apa pendapat Anda tentang wanita.
Wanita itu nggak bisa diukur harganya menurut saya. Mereka itu motor dari segalanya, nggak ada mereka ngga akan ada yang jalan di dunia ini.
Mana yang lebih hebat, pria atau wanita?
Saya rasa jawaban saya di atas sudah menjawab pertanyaan ini.
Bagaimana Anda merepresentasikan diri Anda
Di dalam film, saya merepresentasikan diri saya sebagai seseorang yang sangat mencintai proses pembuatan sebuah film, memilih cerita berdasarkan betapa pentingnya sebuah cerita harus diangkat dan impact apa yang dapat diberikan terhadap semua yang menonton karya saya.
Apa rencana ke depan?
Saya memilih untuk lebih fokus sama keluarga dan mulai memilih project apa yang akan saya kerjakan, Alhamdulillah TUTA sebagai entity sudah bisa berjalan sendiri dan mengembangkan usahanya.
Saya terus mengasah kemampuan saya sebagai sutradara sambil menyempurnakan skenario-skenario yang saya tulis. Bányák sekali yang harus dikejar karena terpotong pandemi. Saya akan syuting dengan Jonathan Kim untuk sebuah film di Korea dan saya ingin terus bekerja untuk film dengan tantangan yang lebih dan dapat membuat diri saya menjadi filmmaker yang terus berkembang.